Pantai Batu Karas, 18 Juli 2015 |
Apa kabar
hari ini..? mudah-mudahan baik-baik saja, ia.. pernahkah terlintas dalam benak
jika beberapa tahun yang lalu, nanti kalau sudah besar akan jadi apa? Ada yang
ingin jadi pilot, masinis, arsitek, polisi, guru. Namun apa yang terjadi hari
ini? Hal yang saya alami adalah cita-cita itu berubah seiring berjalannya
waktu. Saat SMA, cita-cita yang dulunya jadi pilot berubah jadi engineer
contohnya. Lalu kenapa cita-cita itu berubah? Proseslah yang merubahnya,
tantangan yang dihadapi. Boleh jadi keadaan itulah yang merubahnya. Selanjutnya
adalah saat keluar dari SMA mau melanjutkan studi ke mana? Tentu itulah yang
menentukan cita-cita tercapai atau tidak.
Pernah kita
sadari bahwa masa lalu itu selalu mencerminkan apa yang akan dipetik
selanjutnya? Saya sendiri pernah menilik seseorang, memiliki kemampuan yang
luar bisa, dan pada akhirnya sukses saat dewasa, ada yang tadinya badung alias
bandel seiring berjalannya waktu dia juga punya kemampuan yang lumayan. Hingga
ada akhirnya nyatanya adalah apa yang kamu sukai itulah yang menjadikan kamu
bisa mengapa cita-citamu. Punya kemampuan alias skill pun harus belajar dengan
sungguh-sungguh, tanpanya Kamu hanya akan meratapi kegagalan.
Perjuangan
itu perih, saya terutama akan selalu mengingat apa yang dilakukan kedua orang
tua, sampai akhirnya saya bisa seperti sekarang, lulus S1.. selama 23 tahun membiayai saya, takkan pernah
terbayar dan betapa luar biasa perjuangannya. Ada salah satu pelajaran yang
saya ambil dari orang tua saya, “kerjakanlah sebisa mungkin dan terbaik”,
memperjuangkan anak hingga kuliah dengan keringat dan air mata itu hal yang
tidak akan pernah saya lupakan. Bagaimana tidak, saya selalu menangis ketika
menceritakan perjuangan orang tua, pernah suatu ketika di kelas saat SMA,
menceritakan bagaimana kerasnya hidup untuk menghidupi dan menyekolahkan
anaknya.
Untuk
berbakti kepada orang tua tentunya, hanya bisa dilakukan dengan menuruti apa
permintaannya. Sewaktu masih bersekolah, sewaktu masih hidup bersama orang tua.
Bahkan di perantauan pun saya sudah menjadwalkan untuk pulang ke kampung
halaman.
Selama 19
tahun saat itu lulus SMA, tinggal bersama orang tua dan saya Alhamdulillah
dididik dengan begitu penuh kasih sayang. Pendidikan orang tua hingga kini
terasa sampai sekarang, pesan “jangan pernah meninggalkan sholat”. Itu
merupakan sebuah alarm bagi orang tua saya, bagaimana pun juga saat usia 19
tahun, kehidupan baru dimulai di bangku perkuliahan di Bandung (padahal di
Jatinangor). Jauh dari orang tua, hidup mandiri dan tak ada yang mengingatkan
lagi.. ya kini aku mulai sadar bahwa di dunia luar hanya kamu yang bisa
mengingatkan dirimu sendiri, tidak ada lagi, saat itu orang tua sudah percaya
bahwa aku bisa mengurus diri sendiri. Pulang sebulan sekali tinggal 2 hari 3
malam kalau libur, paling panjang libur satu bulan saat libur semester.
Saat masih
sekolah malah, merasakan apa yang orang tua rasakan adalah pelajaran yang
paling berharga, bagaimana bekerja di sawah, berdagang, belanja ke sana kemari,
dan terik matahari yang menyengat melalui pembuluh darah. Begitu berharganya
uang, sampai-sampai orang tua selalu mendahulukan kepentingan anaknya daripada
dirinya sendiri. Dengan begitu saya pun menghargai segala pemberian orang tua,
betapapun dan tidak menghambur-hamburkannya.
Kawan, masa
lalu memang seperti kita becermin di atas air yang bening di sebuah kolam,
mungkin aliran gelombang membuat bayangan tak terlihat jelas, namun ada saatnya
kita sadar bahwa inilah asalmu yang sebenarnya, jangan pernah lupakan dari mana
kamu berasal. Karena cerminan itu tetaplah ada sampai kapan pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar