Senin, 17 Agustus 2015

Metamorphosa Kehidupan

Pantai Batu Karas, 18 Juli 2015

Apa kabar hari ini..? mudah-mudahan baik-baik saja, ia.. pernahkah terlintas dalam benak jika beberapa tahun yang lalu, nanti kalau sudah besar akan jadi apa? Ada yang ingin jadi pilot, masinis, arsitek, polisi, guru. Namun apa yang terjadi hari ini? Hal yang saya alami adalah cita-cita itu berubah seiring berjalannya waktu. Saat SMA, cita-cita yang dulunya jadi pilot berubah jadi engineer contohnya. Lalu kenapa cita-cita itu berubah? Proseslah yang merubahnya, tantangan yang dihadapi. Boleh jadi keadaan itulah yang merubahnya. Selanjutnya adalah saat keluar dari SMA mau melanjutkan studi ke mana? Tentu itulah yang menentukan cita-cita tercapai atau tidak.

Pernah kita sadari bahwa masa lalu itu selalu mencerminkan apa yang akan dipetik selanjutnya? Saya sendiri pernah menilik seseorang, memiliki kemampuan yang luar bisa, dan pada akhirnya sukses saat dewasa, ada yang tadinya badung alias bandel seiring berjalannya waktu dia juga punya kemampuan yang lumayan. Hingga ada akhirnya nyatanya adalah apa yang kamu sukai itulah yang menjadikan kamu bisa mengapa cita-citamu. Punya kemampuan alias skill pun harus belajar dengan sungguh-sungguh, tanpanya Kamu hanya akan meratapi kegagalan.

Perjuangan itu perih, saya terutama akan selalu mengingat apa yang dilakukan kedua orang tua, sampai akhirnya saya bisa seperti sekarang, lulus S1..  selama 23 tahun membiayai saya, takkan pernah terbayar dan betapa luar biasa perjuangannya. Ada salah satu pelajaran yang saya ambil dari orang tua saya, “kerjakanlah sebisa mungkin dan terbaik”, memperjuangkan anak hingga kuliah dengan keringat dan air mata itu hal yang tidak akan pernah saya lupakan. Bagaimana tidak, saya selalu menangis ketika menceritakan perjuangan orang tua, pernah suatu ketika di kelas saat SMA, menceritakan bagaimana kerasnya hidup untuk menghidupi dan menyekolahkan anaknya.
Untuk berbakti kepada orang tua tentunya, hanya bisa dilakukan dengan menuruti apa permintaannya. Sewaktu masih bersekolah, sewaktu masih hidup bersama orang tua. Bahkan di perantauan pun saya sudah menjadwalkan untuk pulang ke kampung halaman.

Selama 19 tahun saat itu lulus SMA, tinggal bersama orang tua dan saya Alhamdulillah dididik dengan begitu penuh kasih sayang. Pendidikan orang tua hingga kini terasa sampai sekarang, pesan “jangan pernah meninggalkan sholat”. Itu merupakan sebuah alarm bagi orang tua saya, bagaimana pun juga saat usia 19 tahun, kehidupan baru dimulai di bangku perkuliahan di Bandung (padahal di Jatinangor). Jauh dari orang tua, hidup mandiri dan tak ada yang mengingatkan lagi.. ya kini aku mulai sadar bahwa di dunia luar hanya kamu yang bisa mengingatkan dirimu sendiri, tidak ada lagi, saat itu orang tua sudah percaya bahwa aku bisa mengurus diri sendiri. Pulang sebulan sekali tinggal 2 hari 3 malam kalau libur, paling panjang libur satu bulan saat libur semester.

Saat masih sekolah malah, merasakan apa yang orang tua rasakan adalah pelajaran yang paling berharga, bagaimana bekerja di sawah, berdagang, belanja ke sana kemari, dan terik matahari yang menyengat melalui pembuluh darah. Begitu berharganya uang, sampai-sampai orang tua selalu mendahulukan kepentingan anaknya daripada dirinya sendiri. Dengan begitu saya pun menghargai segala pemberian orang tua, betapapun dan tidak menghambur-hamburkannya.

Kawan, masa lalu memang seperti kita becermin di atas air yang bening di sebuah kolam, mungkin aliran gelombang membuat bayangan tak terlihat jelas, namun ada saatnya kita sadar bahwa inilah asalmu yang sebenarnya, jangan pernah lupakan dari mana kamu berasal. Karena cerminan itu tetaplah ada sampai kapan pun.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar