![]() |
Pelangi 16 Desember 2013 |
Embun senja kali ini menyertai pagi ini, hawa sejuk disertai
kabut udara pedesaan yang masih bersih dari polusi. Entah kenapa bayangan itu
selalu hadir di tengah-tengah pagi ini. Masih teringat ketika bersepeda
menyusuri jalan ini walaupun ketika pulang rodanya sudah dilumuri tanah, tapi
perasaan riang itu seolah tak pernah berhenti. Meski harus kubersihkan dulu
sepedanya. Namun adakah bedanya dengan hari ini? Tampaknya masih sama seperti
dulu. Meski yang berbeda hari ini sepeda yang boleh dibilang legendaris itu
sudah ke mana entah siapa yang mengambilnya. Ketika hujan deras pun terkadang
masih suka sepedaan di jalanan kampung. Tampaklah waktu itu canda tawa senda
gurau begitu lepas adanya. Namun kini semua telah berubah.
Tampaknya dari tahun ke tahun, hanya tampak sedikit
perubahan. Orang-orang di sini tampaknya itu-itu saja. Ke manakah yang lain? Pemuda-pemuda
seumuranku tampak seolah menghilang? Ya, memang kebanyakan dari mereka pergi
merantau. Namun apakah jadinya jika semuanya pergi? Kampung ini seolah semakin
sunyi saja. Kadang aku pun terpikir nanti akan ‘mengabdi’ di kampung sendiri. Merantau
ke kota hanyalah untuk belajar dan mencari pengalaman. Terkadang iri dengan
senior yang membangun kampung halaman, membangun sekolah rintisan, membangun
lembaga swadaya masyarakat dan mereka senang dengan apa yang mereka kerjakan. Semoga
saja nanti aku pun bisa mengabdi seperti senior. Setidaknya punya satu dua
impian itu yang bisa terwujud Aamiin.
Seperti yang dirasakan saat ini, yang kurasakan di negeri
orang di perantauan tak ada siapa-siapa paling juga hanya teman pas kuliah
dulu. Itu pun sudah sibuk dengan urusan masing-masing. Lingkungan mungkin
menjadi pengaruh yang paling besar, di mana terdapat perbedaan yang mencolok
dari lingkungan sebelumnya. Adakalanya jenuh yang terasa hanya berkumpul
bersama keluarga yang menjadi obatnya. Kata orang Sunda mah “dibetah-betahkeun” walaupun kadang tak
betah lama-lama di perantauan. Sebahagia apapun di perantauan lebih bahagia di
rumah sendiri “lebih baik di sini rumah
kita sendiri”. Ya begitulah sih. Mesti bersabar, sabar untuk menghadapinya.
Sabar dalam arti berusaha semaksimal mungkin untuk belajar dan berusaha
mewujudkan cita-cita.
Pengorbanan, itulah salah satu alasannya. Memang sulit namun
itulah yang namanya perjuangan. Seperti anak panah, ia ditarik ke belakang kemudian
dihempaskan anak panahnya agar bisa melesat dengan cepat. Boleh jadi, saat kita
ditempatkan dalam kondisi sulit kemudian nanti bisa melesat maju. Banyak orang
yang ditempatkan dalam kondisi sulit kemudian beberapa tahun tanpa disangka ia
menjadi orang terdepan. Semoga saja ke depannya bisa menjadi lebih baik lagi, bisa
keluar dari kondisi sulit. Seperti halnya orang tua yang berkorban untuk
anaknya, saat ini belajar mengenai pengorbanan itu sungguh perih adanya. Dulu,
mungkin saya selalu menganggap mudah tapi rasanya sekarang hal itu sudah terasa
sendiri.
Visi, mempunyai
sebuah visi sangatlah penting. Jalan yang dilalui saat ini tentunya tak boleh
berjalan seadanya, ke mana tujuan hidup dan tentunya rencana masa depan supaya
lebih terarah. Memang tak semua berjalan mulus, hendaklah bersabar. Ada pesan
dari Ustadz Fatih Karim, “Jika hal yang terjadi belum sesuai dengan apa yang
menjadi tujuan perlu dihidupkan itu sebab-akibatnya.” Intinya jangan lupakan
usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Jika sudah maka hendaklah berserah
diri pada Allah SWT.
Dunia itu fana dan akhirat itu kekal. Sejauh apapun
melangkah mengejar sesuatu yang fana jangan sampai melupakan sesuatu yang
kekal. Ketika berada di perantauan hendaklah mengingat dari mana kamu berasal
dan di mana dilahirkan, sebab jika melupakannya generasi kita sudah rusak. Mudah-mudahan
apa yang aku cita-citakan tercapai, kamu juga ya ;) ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar