Kamis, 17 Desember 2015

Orang Tua dan Harta Anaknya

Heningnya malam saat itu membuatku seolah punya waktu untuk membangkitkan rasa kantuk, membaca buku salah satu caranya, namun saat membacanya ada hal yang menarik, seperti inilah kisahnya:

Pernah seseorang  laki-laki datang kepada Rasulullah SAW mengadukan ayahnya yang hendak mengambil hartanya, ia berkata, “Ya Rasulullah,aku memiliki harta kekayaan dan anak. Sementara, ayahku berkeinginan menguasai harta milikku dalam perbelanjaan. Apakah yang demikian ini benar?”

Jawab Rasulullah, “Dirimu dan harta kekayaanmu adalah milik orangtuamu.”(HR. Ibnu Majah dan Tabrani dari Jabir bin Abdillah)

Pernah suatu ketika, datang seseorang laki-laki mengadukan tentang ayahnya yang merampas seluruh hak miliknya. Lelaki itu berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasullah, ayahku telah merampas seluruh harta kekayaanku.”

Jawab Rasulullah, “Dirimu dan seluruh harta kekayaanmu merupakan penghasilan kerja ayahmu.” (HR. Imam Bazzar dan Thabrani dari Abdullah bin Umar)

Dalam kisah lain seseorang  laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan melaporkan ayahnya yang hendak mengambil semua harta kekayaannya.

Dia berkata, “Ya Rasulullah, ayahku hendak mengambil seluruh uang hasil jerih payahku.” Jawab Rasulullah, “Kembalillah dan ajak ayahmu ke sini.”

Bersamaan dengan itu, Malaikat Jibril datang menyampaikan salam dan pesan Allah kepada beliau. Dia berkata, “Wahai Muhammad, Allah mengucapkan salam kepadamu, dan berpesan bila orang tua itu datang, kamu harus tanyakan apa-apa yang dikatakan dalam hatinya dan tak didengarkan oleh telinganya.”

Ketika orang tua itu tiba, maka Rasulullah pun bertanya kepadanya, “Mengapa anakmu mengadukanmu?”Apa benar kamu hendak mengambil seluruh harta kekayaan anakmu”
Lelaki itu menjawab, “Tanyakan saja kepadanya wahai Rasulullah?” bukankah aku menafkahkan uang tersebut untuk kepentingan beberapa paman dan pihakku dan bibi dari ibunya atau untuk kepentinganku sendiri?”

Rasulullah bersabda lagi, “Lupakanlah hal itu, sekarang ceritakan kepadaku apa yang kamu katakan dalam hatimu dan tak pernah didengar oleh telingamu!”
Wajah keriput laki-laki itu berubah cerah dan tampak senang, dia berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah telah berkenan menambah kekuatan imanku dengan kerasulanmu. Memang aku pernah menangisi nasib malangku dan kedua telingaku tidak pernah mendengar.”

Rasulullah mendesak, “Katakanlah! Aku ingin mendengarnya.”
Maka lelaki itu berkata dengan sedih dan air matanya berlinang, “Anakku.. aku mengasuhmu sejak bayi, memeliharamu sewaktu muda, seluruh hasil usahaku engkau minum, engkau reguk puas. Bila pada malam kelam engkau sakit, hatiku resah, gundah gulana, mata terpejam tiada tidur, memikirkan derita dan sakitmu. Seakan dirikulah yang sakit, bukan dirimu yang menderita. Kemudian air mataku berlinang dan mengalir deras, hatiku dihantui rasa takut, engkau dihampiri sang maut. Padahal diriku tahu maut akan menghampirimu juga. Ketika dirimu mencapai dewasa, menggapai yang dicita-citakan, aku engkau balas dengan kekerasan, kekasaran, dan kekejaman saka dirimu si pemberi nikmat dan keutamaan. Kini, kau perlakukan daku bak tetangga jauhmu. Dirimu tiada lagi mampu memenuhi hak kewajiban buat ayah ibumu. Engkau senantiasa menyalahkan, membentak, dan menghardik ayah ibumu yang semakin menua. Seakan kebenaran menempe pada dirimu saja. Seakan kesejukan untuk orang yang benar terserah atas dirimu.”

Ketika itu Rasulullah SAW langsung menjambak kerah baju anaknya seraya bersabda, “Dirimu dan harta kekayaanmu adalah milik Ayahmu.”(HR. Tabrani dari Jabir, disebutkan dalam kitab As Shoghir dan Al Ausath)

Lantas bagaimana bila tidak memiliki harta sama sekali? Tentu melakukan sesuatu yang menyenangkan orang tua juga sama nilainya seperti melayani dengan memenuhi semua kebutuhannya. Misalnya, menyiapkan makan dan minum atau membantu orang tua ketika hendak berdiri, mencucikan pakaiannya, membersihkan kamarnya dan yang lainnya.


Bagaimanakah? sudah pernah mendengarkan ceritanya? semoga kita tidak memiliki sikap seperti pemuda tadi, orang tua adalah harta paling berharga, tanpanya kita tak akan pernah ada dan mungkin takkan jadi apa-apa. 

Sabda Rasulullah "ceritakan kepadaku apa yang kamu katakan dalam hatimu dan tak pernah didengar oleh telingamu” sebuah menuntun kita untuk berkata sejujur-jujurnya dari hati nurani paling dalam. Sampai-sampai dari apa yang tak pernah didengar oleh telinga kita sendiri. 

Kisah di atas dikutip dari buku "Keajaiban Doa dan Ridho Ibu" yang ditulis Mutia Mutmainnah. Semoga bermanfaat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar