Heningnya malam saat itu membuatku seolah punya waktu untuk membangkitkan rasa kantuk, membaca buku salah satu caranya, namun saat membacanya ada hal yang menarik, seperti inilah kisahnya:
Pernah seseorang
laki-laki datang kepada Rasulullah SAW mengadukan ayahnya yang hendak
mengambil hartanya, ia berkata, “Ya Rasulullah,aku memiliki harta kekayaan dan
anak. Sementara, ayahku berkeinginan menguasai harta milikku dalam
perbelanjaan. Apakah yang demikian ini benar?”
Jawab Rasulullah, “Dirimu dan harta kekayaanmu adalah milik
orangtuamu.”(HR. Ibnu Majah dan Tabrani dari Jabir bin Abdillah)
Pernah suatu ketika, datang seseorang laki-laki mengadukan
tentang ayahnya yang merampas seluruh hak miliknya. Lelaki itu berkata kepada
Rasulullah, “Wahai Rasullah, ayahku telah merampas seluruh harta kekayaanku.”
Jawab Rasulullah, “Dirimu dan seluruh harta kekayaanmu
merupakan penghasilan kerja ayahmu.” (HR. Imam Bazzar dan Thabrani dari
Abdullah bin Umar)
Dalam kisah lain seseorang
laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan melaporkan ayahnya yang
hendak mengambil semua harta kekayaannya.
Dia berkata, “Ya Rasulullah, ayahku hendak mengambil seluruh
uang hasil jerih payahku.” Jawab Rasulullah, “Kembalillah dan ajak ayahmu ke
sini.”
Bersamaan dengan itu, Malaikat Jibril datang menyampaikan
salam dan pesan Allah kepada beliau. Dia berkata, “Wahai Muhammad, Allah
mengucapkan salam kepadamu, dan berpesan bila orang tua itu datang, kamu harus
tanyakan apa-apa yang dikatakan dalam hatinya dan tak
didengarkan oleh telinganya.”
Ketika orang tua itu tiba, maka Rasulullah pun bertanya
kepadanya, “Mengapa anakmu mengadukanmu?”Apa benar kamu hendak mengambil
seluruh harta kekayaan anakmu”
Lelaki itu menjawab, “Tanyakan saja kepadanya wahai
Rasulullah?” bukankah aku menafkahkan uang tersebut untuk kepentingan beberapa
paman dan pihakku dan bibi dari ibunya atau untuk kepentinganku sendiri?”
Rasulullah bersabda lagi, “Lupakanlah hal itu, sekarang ceritakan
kepadaku apa yang kamu katakan dalam hatimu dan tak pernah didengar oleh
telingamu!”
Wajah keriput laki-laki itu berubah cerah dan tampak senang,
dia berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah telah berkenan menambah kekuatan
imanku dengan kerasulanmu. Memang aku pernah menangisi nasib malangku dan kedua
telingaku tidak pernah mendengar.”
Rasulullah mendesak, “Katakanlah! Aku ingin mendengarnya.”
Maka lelaki itu berkata dengan sedih dan air matanya
berlinang, “Anakku.. aku mengasuhmu sejak bayi, memeliharamu sewaktu muda,
seluruh hasil usahaku engkau minum, engkau reguk puas. Bila pada malam kelam
engkau sakit, hatiku resah, gundah gulana, mata terpejam tiada tidur,
memikirkan derita dan sakitmu. Seakan dirikulah yang sakit, bukan dirimu yang
menderita. Kemudian air mataku berlinang dan mengalir deras, hatiku dihantui
rasa takut, engkau dihampiri sang maut. Padahal diriku tahu maut akan
menghampirimu juga. Ketika dirimu mencapai dewasa, menggapai yang
dicita-citakan, aku engkau balas dengan kekerasan, kekasaran, dan kekejaman
saka dirimu si pemberi nikmat dan keutamaan. Kini, kau perlakukan daku bak
tetangga jauhmu. Dirimu tiada lagi mampu memenuhi hak kewajiban buat ayah
ibumu. Engkau senantiasa menyalahkan, membentak, dan menghardik ayah ibumu yang
semakin menua. Seakan kebenaran menempe pada dirimu saja. Seakan kesejukan
untuk orang yang benar terserah atas dirimu.”
Ketika itu Rasulullah SAW langsung menjambak kerah baju
anaknya seraya bersabda, “Dirimu dan harta kekayaanmu adalah milik Ayahmu.”(HR.
Tabrani dari Jabir, disebutkan dalam kitab As Shoghir dan Al Ausath)
Lantas bagaimana bila tidak memiliki harta sama sekali?
Tentu melakukan sesuatu yang menyenangkan orang tua juga sama nilainya seperti
melayani dengan memenuhi semua kebutuhannya. Misalnya, menyiapkan makan dan
minum atau membantu orang tua ketika hendak berdiri, mencucikan pakaiannya,
membersihkan kamarnya dan yang lainnya.